Metabolisme
hidrogen peroksida dan peranannya pada
infeksi telinga
ABSTRAK
Latar
belakang:
Hidrogen peroksida (H2O2) telah lama digunakan di bidang medis sebagai obat
cuci luka, debriding agent, pembersih serumen, mengobati telinga berair
dan membersihkan tuba ventilasi yang tersumbat. Tujuan: Mengetahui keamanan penggunaan hidrogen peroksida
sebagai cairan pencuci telinga terhadap fungsi koklea dan vestibuler telinga
dalam. Tinjauan pustaka: Dilaporkan bahwa H2O2 memiliki efek bakterisidal,
sehingga mampu membunuh bakteri. Penggunaan H2O2 agaknya tidak selamanya aman.
Beberapa percobaan pada binatang menunjukkan H2O2 memiliki efek yang merugikan
terhadap fungsi koklea dan vestibuler telinga dalam. Kesimpulan: H2O2
dapat memperlambat aktivitas gerak silia, meningkatkan permeabilitas membran,
meningkatkan sekresi mukus, akhirnya menyebabkan kerusakan DNA dan kematian
sel.
Kata kunci: hidrogen peroksida,
metabolisme, infeksi telinga, aktivitas gerak silia
ABSTRACT
Background: Hydrogen peroxide (H2O2)
had been used as wound cleaner, debriding agent, earwax cleaner, treatment of
ear watering and cleaner of blocked ventilating tube. H2O2 has been reported
has a bactericidal effect. Purpose: To provide information about the
safety of usage hydrogen peroxide for the cochlear and vestibular function. Review:
The usage of H2O2 seemed not always safe. Some
experiments to animal had shown that H2O2 had negative
effect towards cochlear and vestibular function. Conclusion: H2O2 could delay the cilia
motility, increase membrane permeability and mucous secretion, cause DNA damage
and cell death.
Key words: hydrogen peroxyde, metabolism, ear infection,
ciliar activity
Alamat korespondensi: Edi Handoko, Laboratorium
Ilmu Penyakit THT FK Universitas Brawijaya, Malang . E-mail: krisdika2002@yahoo.com
PENDAHULUAN
Sejak diproduksi pertama kali tahun 1800 di Inggris, hidrogen peroksida
atau H2O2 telah digunakan di seluruh dunia untuk bahan pemutih produk
tekstil dan kertas, dipakai pada pemrosesan makanan, bidang pertanian,
petrokimia, desinfektan, deterjen, waste water, bahkan sebagai komponen
oksidan bahan bakar roket.1
H2O2 telah lama dikenal dan
digunakan di bidang medis. Pemakaiannya adalah sebagai obat cuci luka dan debriding
agent. Di bidang THT, H2O2 digunakan sebagai pembersih serumen, mengobati telinga berair dan
membersihkan tuba ventilasi yang tersumbat. Dilaporkan bahwa H2O2 memiliki efek bakterisidal,
sehingga mampu membunuh bakteri. Namun, penggunaan H2O2 agaknya tidak selamanya aman.
Beberapa percobaan pada binatang menunjukkan H2O2 memiliki efek yang merugikan
terhadap fungsi koklea dan vestibuler telinga dalam.2
H2O2
ternyata terbentuk alami dalam tubuh sebagai produk metabolisme oksidatif sel,
terutama sel fagosit lekosit. Beberapa penelitian melaporkan peranan radikal
bebas dan oksidan termasuk H2O2 dalam patogenesis otitis
media.3,4
Berdasarkan hal-hal di
atas, penulis ingin mengetahui metabolisme H2O2 dalam
tubuh manusia dan peranannya pada infeksi telinga, sehingga dapat memahami dan
menerapkannya secara tepat.
TINJAUAN PUSTAKA
Hidrogen peroksida
H2O2
pertama kali diisolasi melalui reaksi barium peroksida dan asam nitrat oleh
Louis Jacques Thenard pada tahun 1818. Proses ini digunakan untuk menghasilkan
H2O2 sejak akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20.
H2O2 murni ditemukan pertama
kali oleh Richard Wolffenstein pada tahun 1894 melalui destilasi vakum. Nama
lainnya adalah dioksida dihidrogen, dihidrogen dioksida, hidrogen dioksida atau
dioksidan. H2O2 sangat
melimpah di alam, terutama terbentuk oleh rangsangan cahaya matahari pada air
dan ditemukan pada air hujan dan salju.5
Sifat fisik dan kimiawi
Hidrogen peroksida mempunyai
sifat fisik: berat molar 34,0147 g/mol, densitas 4 g/cm3 (cair),
titik cair -110C (262,15K), titik didih 150,20C
(423,35K), keasaman (pKa) 11,65, viskositas 1,245cP pada suhu 200C,
dengan penampakan tidak berwarna dan tidak berbau.6 H2O2 adalah oksidan yang lebih kuat dari
klorin, klorin dioksida dan kalium permanganat.1
Tabel 1. Potensial oksidasi beberapa oksidan.1
Oksidan
|
Potensial
oksidasi (V)
|
|
3,0
|
Radikal hidroksil
|
2,8
|
Ozon
|
2,1
|
Hidrogen peroksida
|
1,8
|
Kalium permanganate
|
1,7
|
Klorin dioksida
|
1,5
|
Klorin
|
1,4
|
H2O2 selalu terurai (dekomposisi) eksotermik
menjadi air dan oksigen secara spontan dengan reaksi:
2 H2O2 → 2 H2O2 + O2
Proses ini sangat
termodinamika. Faktor-faktor yang mendukung dekomposisi ini adalah peningkatan
suhu (2,2 faktor meningkat setiap 10ºC), peningkatan pH (khususnya pada
pH>6-8), peningkatan kontaminasi (khususnya logam transisi seperti tembaga,
mangan dan besi) sebagai katalisator, adanya stabilisator dan yang lebih kurang
adalah pemaparan dengan sinar ultraviolet.1 Untuk mengurangi
dekomposisi selama transportasi dan penyimpanan, maka digunakan stabilisator.
Stabilisator yang biasa digunakan adalah colloidal stannate, natrium
pirofosfat, organofosfonat, juga ditambah dengan nitrat dan asam fosforik.1
Pembebasan oksigen dan energi dalam dekomposisi ini memiliki efek berbahaya. H2O2 konsentrasi tinggi
dengan jumlah banyak bila kontak dengan bahan yang mudah terbakar dapat
langsung terbakar dipicu oleh oksigen yang dilepaskan.1
Konsentrasi
Konsentrasi
H2O2 adalah: 1) 3-3,5%
(kadar farmasi) sediaan dengan konsentrasi ini banyak dijual di apotek, toko
obat dan supermarket. Sediaan ini mengandung sejumlah stabilisator, seperti
asetanilid, fenol, natrium stanat dan tetranatrium fosfat yang bersifat toksik,
sehingga tidak direkomendasikan untuk pemakaian dalam tubuh; 2) 6% (kadar kecantikan) banyak digunakan di salon
kecantikan sebagai pelarut zat warna rambut. Tidak direkomendasikan untuk
pemakaian dalam tubuh; 3) 30% (kadar regen) digunakan dalam percobaan di
laboratorium dan biasanya mengandung stabilisator; 4) 30-32% (kadar elektronik)
digunakan untuk membersihkan komponen elektronik; 5) 35% (kadar teknik) biasa digunakan bersama dengan fosfor untuk
menetralisir klorin dalam air; 6) 35% (kadar makanan) digunakan dalam produk
makanan seperti keju dan telur. Juga terdapat dalam lapisan kertas alumunium
pembungkus aseptik untuk makanan, seperti produk jus buah dan susu. Ini
merupakan kadar yang direkomendasi untuk pemakaian dalam tubuh; 7) 90% digunakan
sebagai sumber oksigen dalam bahan bakar roket.6
Menurut code
of federal regulation, konsentrasi H2O2 terbagi atas:
1) <8% tidak berbahaya. Digunakan sebagai baking soda pasta gigi,
sterilisasi kontak lens, deterjen dan lain-lain; 2) 8-27,5%, Oxidizer class-1 (bahaya terbakar); 3) 27,5–52%, Oxidizer
class-2, corrosive (bahaya terhadap kesehatan, yaitu dapat membakar
kulit/jaringan), unstable/reactive class-1 (bahaya ledakan); 4) 52-91%,
Oxidizer class-3, corrosive and unstable/reactive class-3; 5) >91%, Oxidizer
class-4, corrosive and unstable/reactive class-4.6
Efek yang merugikan
H2O2 adalah suatu senyawa yang
iritan terhadap mata, membran mukosa dan kulit. Pemaparan singkat pada mata
dapat mengakibatkan rasa perih dan mata berair, walaupun dengan konsentrasi
1-3%. Kontak kulit akan menyebabkan pemutihan kulit sementara. Inhalasi pada
kadar yang tinggi akan menyebabkan iritasi yang berat pada hidung dan saluran
napas. Bila tertelan, maka akan terjadi iritasi sampai kerusakan berat pada
saluran cerna. Keracunan sistemik akan menyebabkan sakit kepala, pusing,
muntah, diare, tremor, mati rasa, kejang,
edema paru, kehilangan kesadaran sampai syok.7
Cara penyimpanan
H2O2 sebaiknya disimpan dalam
ruangan dingin, kering, dengan ventilasi yang baik, dan dijauhkan dari
bahan-bahan yang mudah terbakar. Tempat penyimpanan seharusnya terbuat dari
bahan yang tidak bereaksi, seperti stainless steel, kaca, beberapa jenis
plastik dan campuran aluminium yang berwarna gelap.6
Hidrogen peroksida dan reactive oxygen species (ROS)
H2O2 dengan ion oksigen dan radikal
bebas termasuk dalam reactive oxygen species (ROS). ROS
adalah produk metabolisme oksigen dalam tubuh normal yang bersifat sangat
reaktif, yang disebut radikal bebas adalah radikal superoksid (O2-),
radikal hidroksil, (OH-) dan radikal hidroperoksil (HO2-).
H2O2 sendiri bukan suatu radikal bebas.4
Nilai produksi dan pembersihan ROS berada dalam keadaan seimbang pada tubuh
yang sehat. Bila ada penambahan oksidan eksogen seperti asap rokok, polusi
udara, sinar ultraviolet, radiasi, obat seperti cisplatin dan aminoglikosida,
atau asupan kalori yang berlebihan, maka keseimbangan ini akan bergeser ke arah
pembentukan ROS yang lebih banyak.5
Efek
berbahaya dari ROS adalah kerusakan deoxyribonucleic acid (DNA),
oksidasi polyunsaturated fatty acid lemak atau peroksidasi lipid, dan
oksidasi asam amino protein yang berujung pada kematian sel.4,8
H2O2 secara elektris mempunyai sifat netral,
sehingga tidak dihambat saat berdifusi melewati membran sel. Masa hidup H2O2 in vivo sangat singkat, yaitu dalam
waktu milidetik. Kestabilannya dipengaruhi oleh pH dalam lingkungan oksidasi
seperti ekstraseluler, H2O2 lebih stabil daripada dalam
lingkungan reduksi seperti intraseluler.2
Produksi hidrogen peroksida
Sumber
utama H2O2 sel adalah mitokondria. Selama proses
respirasi seluler di mitokondria, O2 akan berperan dalam pembentukan
adenosine trifosfat (ATP), akan
tetapi sebagian O2 akan tereduksi membentuk superoksid, O2ˉ
yang reaktif. Ini diperkirakan akibat kehilangan satu elektron dalam rantai transpor
elektron mitokondria. Proses ini selanjutnya akan mereduksi O2ˉ (dismutasi)
lagi menjadi H2O2, dengan perantaraan enzim superoksid dismutase
(SOD) dan H2O2 akan tereduksi menjadi radikal hidroksil,
OH-, suatu oksidan yang luar biasa reaktif. Hal ini bisa terjadi spontan, akibat
pengaruh beberapa enzim atau pemaparan radiasi ionisasi. Perubahan ini lebih
mudah terjadi bila adanya unsur logam seperti besi atau tembaga. Selain
terbentuk dari dismutasi superoksid, ia juga terbentuk oleh glikolat oksidase
dalam peroksisom.4,9
Bakteri
pun dapat menghasilkan H2O2. Penelitian oleh Seki,10
menyimpulkan bahwa Streptococcus pyogenes menghasilkan H2O2
dengan mengkonsumsi glukosa, melalui perantaraan tiga enzim, yaitu NADH
oksidase (di sitoplasma), laktat oksidase (di membran sel) dan α-gliserofosfat oksidase. Penelitian in
vivo dan in vitro, menyimpulkan bahwa H2O2
merupakan faktor virulensi yang penting untuk merusak jaringan tubuh manusia.
Selain
itu H2O2 yang dihasilkan suatu bakteri dapat menghambat
pertumbuhan bakteri lainnya. Pericone,11 menunjukkan bahwa kuman Streptococcus pneumonia
yang diisolasi dari nasofaring menghasilkan H2O2,
diperantarai enzim piruvat oksidase (SpxB) dalam keadaan aerob. Produk ini dapat
membunuh (bakterisidal) Haemophillus influenzae, menghambat pertumbuhan
(bakteriostatik) Moraxella catarrhalis dan Neisseria meningitidis.
Organisme dalam mulut yang dapat dibunuh atau dihambat oleh H2O2
adalah Neisseria gonorrhea, Staphylococcus aureus dan Corynebacterium
diphteria.
Takoudes
dan Haddad,3 menyatakan bahwa bakteri Streptococcus pneumonia
dan netrofil yang diisolasi dari penderita otitis media akan melepaskan H2O2
yang selanjutnya akan berubah menjadi radikal bebas.
Lactobacillus di kolon dan vagina dapat menghasilkan H2O2,
yang akan membunuh bakteri dan virus patogen lain.6 Melalui penelitian
oleh Bolm,12
dilaporkan bahwa H2O2 yang dihasilkan oleh Streptococcus
pneumonia, Streptococcus viridans, Streptococcus group B dan C,
serta Pneumonoccus dapat membunuh larva nematoda Caenorhabditis
elegans.
Pemberian obat tertentu dapat merangsang pembentukan
H2O2. Ciprofloxacin dapat merangsang terbentuknya ROS termasuk
H2O2 dalam tubuh bakteri, yang akan menyebabkan kerusakan
DNA bakteri tersebut. Hal senada disimpulkan oleh Goswami,13 pada
penelitian mereka terhadap bakteri Escheria coli, bahwa O2ˉ dan
H2O2 terlibat dalam aksi antibakterial Ciprofloxacin.
Walaupun demikian, mereka belum dapat menjelaskan dengan lengkap mekanismenya.
Peran hidrogen peroksida dalam
jaringan tubuh manusia
H2O2
berperan pada proses luka pada pembuluh darah kecil, yang mengakibatkan
peningkatan permeabilitas endotel. Hal ini menunjukkan bahwa H2O2
bersifat toksik pada endotel. Selain itu, dapat menghambat transpor anion,
merangsang aktivitas pompa natrium-kalium membran sel dan kerusakan DNA.14
Menurut penelitian Lee et al,15 setelah pemberian H2O2
1% dan 3% dalam larutan salin dengan nebuliser sebanyak tiga kali dalam 24 jam
pada tikus. Peningkatan permeabilitas vaskuler, respons jalan napas terjadi
bersamaan dengan peningkatan ekspresi protein vascular endothelial growth
factor (VEGF). Hal yang sebaliknya terjadi setelah pemberian antioksidan,
asam lipoat-α dan L-2-Oxothiazolidine-4-carboxylic
acid (OTC). Ini menunjukkan H2O2 menyebabkan
peningkatan permeabilitas endotel melalui regulasi VEGF. ROS termasuk H2O2
juga menyebabkan peningkatan produksi mukus, penurunan fungsi dan jumlah epitel
bersilia.15
Di
sisi lain, ROS dalam hal ini H2O2 memiliki sifat yang
menguntungkan, yaitu sebagai bagian sistem pertahanan tubuh. H2O2
bersifat bakterisidal dihasilkan oleh lekosit fagositik, seperti netrofil dan
makrofag, melalui proses yang disebut oxidative burst atau respiratory
burst.5 Proses ini diperantarai oleh enzim nikotinamida adenine
dinukleotid fosfat tereduksi (NADPH) oksidase.16 Adanya patogen akan
memicu produksi interleukin-12 oleh makrofag dan sel dendrit, yang selanjutnya
menginduksi sekresi interferon-γ oleh sel T dan natural killer cell. Interferon-γ ini akan mengaktifkan makrofag
dan netrofil untuk menghasilkan TNF-α dan NADPH oksidase.16
Gambar 2. Peranan NADPH oksidase dalam
membentuk H2O2 (oxidative burst).21
Gambar
3. Produksi H2O2 oleh makrofag.16
Gambar 4.
Metabolisme ROS.5
Aktivitas
limfosit T juga dipengaruhi oleh H2O2. H2O2
yang dilepaskan oleh makrofag akan merangsang limfosit T untuk berikatan dengan
antigen mikroorganisme pada reseptor sel T (T cell receptor). Reseptor
sel T ini nantinya lewat MAPK pathway akan merangsang mitokondria
limfosit T menghasilkan H2O2.5
Hidrogen peroksida
dalam jaringan tubuh manusia: 1) rongga mulut, esophagus dan lambung. H2O2
yang ada di minuman seperti teh hijau, teh hitam dan kopi instant,
konsentrasinya dapat mencapai di atas 100 mikro-M dan bila tertelan, maka akan
segera berdifusi ke dalam sel. H2O2 terdapat pada air
liur akan mengoksidasi tiosianat dengan enzim peroksidase, menghasilkan produk
toksik yang akan menghambat pertumbuhan beberapa bakteri; 2) sistem respirasi.
H2O2 juga ditemukan dalam udara ekspirasi, terutama pada
penderita penyakit paru, akibat proses fagositosis yang dilepaskan oleh
makrofag alveolar dan netrofil; 3) ginjal dan saluran kencing. H2O2
dapat terdeteksi di urin dengan konsentrasi bisa mencapai 100 mikro-M. Ini
diperkirakan akibat autoksidasi sel. Ada pemikiran bahwa senyawa ini terlibat
dalam modulasi fungsi ginjal, namun mekanismenya belum dapat diterangkan; 4) endotel
vaskuler dan sel darah sirkulasi. Beberapa studi menegaskan ditemukannya kadar
yang cukup banyak dalam plasma darah. Di sini ia dapat bereaksi dengan protein heme, askorbat dan kelompok
protein-SH. H2O2 dalam plasma dapat berdifusi ke dalam
eritrosit, lekosit, endotel dan platelet untuk proses metabolisme; 5) mata, telah dilaporkan adanya H2O2
dalam akuos humor dan vitreus humor manusia dan binatang, yang diperkirakan
berasal dari oksidasi glutation atau askorbat. Ketidakmampuan epitel lensa,
retina dan jaringan lain untuk membuangnya menyebabkan terjadi akumulasi.7
Antioksidan
Radikal bebas dapat
dihilangkan dari lingkungan sel dengan perantaraan antioksidan. Enzim antioksidan yang ada yaitu
superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase dan katalase.4
Antioksidan non-enzim yang ada dalam tubuh yaitu glutation, α-tokoferol (vitamin E), asam askorbat
(vitamin C), β-karoten
(vitamin A), albumin, bilirubin dan asam urat. Antioksidan dan enzimnya akan merubah oksidan
atau radikal bebas menjadi senyawa yang aman dan kurang reaktif.8
Enzim SOD akan merubah superoksid, O2ˉ menjadi H2O2:
2O2ˉ + 2H+ SOD O2 + H2O2
Glutation (GSH) peroksidase akan
merubah H2O2 menjadi air dan glutation disulfid (GSSG):
H2O2
+ 2 GSH Glutation
peroksidase 2
H2O + GSSG
Katalase
akan merubah H2O2 menjadi air dan oksigen:
2 H2O2 Katalase
H2O + O2
Peran hidrogen peroksida pada otitis media
H2O2
dipikirkan berperan dalam proses infeksi di telinga, baik secara langsung atau
lewat produk dismutasi yang dihasilkan, yaitu OH-. Yilmaz4
di Turki, melakukan penelitian terhadap cairan telinga tengah dan darah perifer
dari 24 penderita otitis media efusi (OME) yang dilakukan operasi insersi tuba
ventilasi dan adenoidektomi. Mereka mendapatkan bahwa kadar oksidan dalam hal
ini produk oksidasi, malondialdehid, meningkat sebelum operasi dan menurun
setelah operasi. Sebaliknya kadar antioksidan, yaitu asam askorbat, α-tokoferol dan glutation, rendah sebelum
operasi dan lalu meningkat setelah operasi. Proses inflamasi otitis media akan
meningkatkan produksi radikal bebas O2ˉ dan OH- lekosit.
Produk ini akan mengakibatkan peroksidasi lipid (lipid peroxidation)
membran sel mukosa, yang menghasilkan malondialdehid sebagai produk oksidasi.
Ketidakseimbangan produksi oksidan (radikal bebas) dan antioksidan akan
menimbulkan keadaaan yang disebut stres oksidatif (oxidative stress),
yang dalam waktu tertentu akan menyebabkan kerusakan sel/jaringan telinga
tengah.
H2O2
dilaporkan dapat memperlambat aktivitas gerak silia, meningkatkan permeabilitas
membran dan meningkatkan sekresi mukus. Perlambatan gerak silia di tuba Eustachius dan telinga tengah (TT) dapat
menimbulkan OME. Lebih jauh, kerusakan DNA sel dan proteinnya dapat menyebabkan
kerusakan struktur silia sel, menghambat regenerasi seluler, mengganggu sintesa
enzim antioksidan dan glutation. Semua hal ini tentu akan semakin memperberat
kerusakan jaringan di tuba Eustachius
dan telinga tengah. Kemotaksis netrofil juga menurun pada penderita OME. Ini
dipikirkan akibat penghambatan mediator oleh produk oksidasi atau defisiensi
antioksidan.4
Pada
otitis media supuratif akut (OMA), H2O2 juga diproduksi
oleh lekosit polimorfonuklear dan Streptococcus pneumonia. Setelah pemberian
antibiotik, bakteri yang mati akan merangsang reaksi inflamasi yang mengarah
pada peroksidasi lipid membran sel.4 Haddad,17 melakukan
penelitian terhadap lipoperoksidasi yang terjadi pada otitis media. Reaksi
peroksidasi radikal bebas dan H2O2 pada lipid membran sel
(lipoperoksidasi) akan menghasilkan lipid hidroperoksida. Produk oksidasi ini
diukur pada guinea pig, setelah telinga tengahnya diinjeksi dengan
suspensi Streptococcus pneumonia. Hasilnya pada hari kelima, muncul
tanda-tanda otitis media dan nilai lipoperoksidasi mencapai titik tertinggi
dari rentang 30 hari pengukuran. Kesimpulannya adalah lipoperoksidasi berperan
dalam terjadinya peradangan telinga tengah akibat infeksi. Staphylococcus
aureus sebagai salah satu kuman penyebab otitis media, dapat dibunuh oleh
netrofil yang menghasilkan H2O2. Senyawa ini akan masuk
ke dalam sel bakteri dan bereaksi dengan ion besi (Fe++), melalui
reaksi Fenton membentuk radikal hidroksil (OH-) yang akan membunuh
bakteri tersebut.17
Obat
aminoglikosida yang diberi pada otitis media memiliki efek ototoksik. Mekanisme
yang dapat dijelaskan, yaitu kation aminoglikosida dalam telinga akan berikatan
dengan ion membran sel rambut luar dan diinternalisasi. Dalam sel ikatan ini
bereaksi dengan besi dan akan merangsang O2 membentuk O2-,
yang selanjutnya dengan SOD akan membentuk H2O2. Senyawa
ini akan dipecah melalui reaksi Fenton membentuk OH- yang sangat radikal.18
Pemberian hidrogen peroksida
sebagai tetes telinga
Pemberian
H2O2 sebagai tetes telinga telah lama dilakukan. Secara
klinis senyawa ini berguna untuk menghancurkan serumen, mengobati telinga
berair dan membersihkan tuba ventilasi yang tersumbat. Di samping itu, ia juga
mempunyai efek yang merugikan, yaitu merusak epitel neurosensori koklea,
berdasarkan penelitian pada guinea pig. Perez2 mencoba
membuktikan lagi pada tikus pasir yang diberi H2O2
topikal telinga, dibandingkan larutan salin, lalu diukur dengan vestibuler
evoked potential (VsEPs) dan auditory brainstem response (ABR).
Hasilnya H2O2 meningkatkan ambang alat bantu dengar (ABR)
secara bermakna sampai 60 dB, sedangkan larutan salin tidak memberi pengaruh
apapun. Dapat disimpulkan bahwa H2O2 memberi efek
merugikan terhadap fungsi koklea dan vestibuler telinga tikus pasir. Penelitian
ini juga menggambarkan efek reactive oxygen species pada kerusakan
telinga dalam. Walaupun percobaan ini bukan pada manusia, kehati-hatian
diperlukan bila memberikan H2O2 dalam jumlah yang banyak
pada telinga dengan perforasi membran timpani.2 Nader19
mengutip laporan Clerici, bahwa H2O2 menyebabkan pemendekkan
sel rambut luar dan pembentukan bleb. Percobaan melalui penyuntikan
langsung ke dalam koklea guinea pig ini telah mempengaruhi stimuli
akustik pada sel rambut koklea.
Berbeda
dengan ini, beberapa penelitian menunjukkan H2O2 tidak
memberi efek ototoksik pada binatang percobaan. Nader19 memberikan H2O2
3% dibandingkan dengan larutan salin pada chinchillas. Larutan ini
diberi sebanyak 2 ml, didiamkan selama lima menit lalu dialirkan keluar pada
telinga chinchillas yang dipasang tuba ventilasi, dan diberi
berturut-turut selama tujuh hari. Hasil pengukuran ABR pada hari ke-1 dan ke-5
menunjukkan peningkatan ambang dengan perbedaan yang tidak bermakna.
Disimpulkan bahwa H2O2 yang diberi sesuai standar klinik,
tidak memberi efek ototoksik pada telinga chinchillas. Hal ini
berkorelasi dengan laporan Brenman et al pada tahun 1986, seperti yang
dikutip Nader,19 bahwa
H2O2 efektif dalam membersihkan tuba ventilasi manusia
tanpa mengganggu sistem pendengaran perifer. Nader19 mengutip
laporan Westine, bahwa H2O2
tidak lebih efektif dari air dalam membersihkan tuba ventilasi yang tersumbat
dengan cairan efusi, khususnya mukoid. Spekulasi mereka bahwa H2O2
lebih efektif dalam melarutkan darah yang menyumbat tuba tersebut, karena darah
mengandung enzim katalase yang akan merubahnya menjadi air.
Di
banyak tempat, H2O2 digunakan sebagai pelarut/pembersih
serumen. Chyuan20 dari RS Gleneagles, Singapura menyarankan
pemberian H2O2 pada serumen yang keras dan menutup, di samping
baby oil, gliserin dan obat lain. Perez2 mengutip laporan
Robinson dan Hawke, bahwa H2O2 3% dan natrium bikarbonat
10% paling efektif dalam melarutkan serumen. Paparella21 mengatakan
bahwa pemberian H2O2 akan menimbulkan gelembung-gelembung
oksigen dan air yang membasahi telinga dan melunakkan serumen. Hal yang sama
juga diterapkan oleh para ahli dari Universitas California dan Arizona Utara
dengan memberi H2O2 tetes telinga sebanyak 2-3 kali
sehari. Menurut Hain TC,22 H2O2 hanya bekerja
baik pada serumen yang tidak terlalu banyak. Mereka juga menyarankan untuk
tidak memberi cairan apapun, termasuk H2O2 pada infeksi
telinga dengan perforasi membran timpani. Beberapa penulis menyarankan H2O2
diberi pada otitis eksterna dengan krusta atau debris yang keras atau sekret
yang cukup kental.22,23
DISKUSI
Hidrogen
peroksida atau H2O2
adalah suatu senyawa
yang terbentuk secara alami di alam atau dapat disintesis secara kimia, dan memiliki sifat fisik dan kimia tertentu. H2O2 tersedia dalam beberapa konsentrasi.
Semakin tinggi konsentrasi, semakin tinggi oxidizer class, corrosive dan
unstable/reactive class. Konsentrasi yang paling banyak dipakai di bidang kesehatan adalah 3%. H2O2 memiliki efek yang merugikan pada mata,
mukosa dan kulit.
H2O2
bersama dengan ion oksigen dan radikal bebas, termasuk dalam reactive
oxygen species (ROS). ROS adalah oksigen produk metabolisme normal
dalam sel tubuh yang bersifat sangat reaktif. H2O2 sendiri bukan
suatu radikal bebas. Sumber
utama H2O2 sel adalah mitokondria.
Bakteri juga menghasilkan
H2O2, di antaranya Streptococcus pyogenes, Streptococcus
pneumonia,
Streptococcus viridans, Streptococcus group B dan C, Lactobacillus, serta Pneumonoccus. H2O2 yang dihasilkan suatu bakteri merupakan faktor
virulensi yang penting untuk merusak jaringan tubuh manusia, dan juga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri lainnya. H2O2
bersifat bakterisidal dan dihasilkan oleh lekosit fagositik, seperti netrofil
dan makrofag, melalui proses yang disebut oxidative burst atau respiratory
burst.
H2O2
menyebabkan peningkatan permeabilitas melalui regulasi VEGF. Di membran sel, ia
akan menyebabkan penghambatan transpor anion, merangsang aktivitas pompa
natrium-kalium membran sel. H2O2
dianggap berperan dalam proses infeksi di telinga, baik secara langsung atau
lewat produk dismutasi yang dihasilkannya. H2O2 dapat memperlambat
aktivitas gerak silia, meningkatkan permeabilitas membran, meningkatkan sekresi
mukus, akhirnya kerusakan DNA dan kematian sel.
Disimpulkan
bahwa H2O2 dapat digunakan untuk menghancurkan
serumen, mengobati telinga dengan krusta pada otitis eksterna dan membersihkan
tuba ventilasi yang tersumbat. Namun demikian, perlu kehati-hatian dalam
memberi H2O2 untuk mengobati telinga dengan perforasi
membran timpani.
DAFTAR PUSTAKA
1.
US peroxide. Introduction to hydrogen peroxide.
[database on the internet]. Atlanta : c2008 - [cited 2009
Jul 15]. Available from: http://www.h2o2.com/intro/overview.html.
2.
Perez R, Freeman S, Cohen D, Sichel JY, Sohmer
H. The effect of hydrogen peroxide applied to the middle ear on inner ear
function. Laryngoscope 2003; 113:2042-6.
3.
Takoudes TG, Haddad J. Evidence of oxygen free
radical damage in human otitis media. Otolaryngol Head Neck Surg 1999; 120 (5):5:638-42.
4.
Yilmaz T, Kocan EG, Besler HT, Yilmaz G, Gursel
B. The role of oxidants and antioxidants in otitis media with effusion in children.
Otolaryngol Head Neck Surg 2004; 131(6):797-803.
5.
Nindl G. Hydrogen peroxide from oxidative
stressor to redox regulator. Cell Sci Rev 2004; 1(2):1-12.
6.
Williams DG. The many benefits of hydrogen
peroxide. Family Health News [homepage on the internet]. c2003 [updated 2003
Jul 17; cited 2007 Nov 8]. Available from: http://www.rebprotocol.net/November2007/The%20Many%20Benefits%20of%20Hydrogen%20Peroxide.pdf
7.
Halliwell B, Clement
MV, Long
LH. Hydrogen peroxide in the human body. FEBS Lett 2000; 486(1):10-3.
8.
Campbell
K. Ototoxicity: understanding oxidative mechanisms. J Am Acad Audiol 2003;
14(3):121-3.
9.
Bowler RP, Crapo JD. Oxidative stress in
airways. Am J Respir Crit Care Med 2002; 166:38-43.
10.
Seki M, Iida K, Saito M, Nakayama H, Yoshida S.
Hydrogen peroxide production in streptococcus
pyogenes: involvement of lactate oxidase and coupling with aerobic
utilization of lactate. J Bacteriology 2004; 186(7):2046-51.
11.
Pericone CD, Overweg K, Hermans PWM, Weiser JN.
Inhibitory and bactericidal effects of hydrogen peroxide production by Streptococcus
pneumonia on other inhibitans of the upper respiratory tract. Infect Immun 2000;
68(7):3390-7.
12.
Bolm M, Jansen WTM, Schnabel R, Chhatwal GS.
Hydrogen peroxide mediated killing of caenorhabditis
elegans: a common feature of different streptococcal species. Infect Immun
2004; 72(2):1192-4.
13.
Goswami M, Mangoli SH, Jawali N. Involvement of
reactive oxygen species in the action of ciprofloxacin against Escherichia coli. Antimicrob Agents Chemother 2006;
50(3):949-54.
14.
Okayama N, Kevil CG, Correia L, Heuil DJ, Itoh
M, Grisham MB , et al. Nitric oxide enhance hydrogen
peroxide-mediated endothelial permeability in vitro. Am J Physiol Cell Physiol
1997; 273(5):1581-7.
15.
Lee KS, Kim SR, Park SJ, Park HS, Min KH, Lee
MH, et al. Hydrogen peroxide induced vascular permeability via regulation of
vascular endothelial growth factor. Am J Respir Cell Mol Biol 2006; 35:190-7.
16.
Himes JAL, Gallin JI. Immunodeficiency diseases
caused by defects in phagocytes. N Engl J Med 2000; 343:1703-14.
17.
Haddad J. Lipoperoxidation as a measure of free
radical injury in otitis media. Laryngoscope 1998; 108:524-30.
18.
Repine JE, Fox RB, Berger EM. Hydrogen peroxide
kills Staphylococcus aureus by
reacting with staphylococcal iron to form hydroxyl radical. J Biol Chem 1981;
256(14):7094-6.
19.
Nader M, Kourelis M, Daniel SJ. Hydrogen
peroxide ototoxicity in unblocking ventilation tube: a Chinchilla pilot study.
Otolaryngol Head Neck Surg 2007; 136(2):216-20.
20.
Chyuan HS. Earwax [homepage on the internet].
Chinnese: Huang Ear Nose Throat Surgery, Inc; c2008 [updated 2009 Jan 10; cited
2009 March 26]. Available from: http://www.entsurgery.com.sg/index.php?
21.
Paparella
M. Earwax [homepage on the internet]. Minnesota : Paparella Ear Head & Neck
Institute; c2008 [update 2008 Jul 14; cited 2008 Nov 9]. Available from: http://www.pehni.com/patient_ed/earwax.htm.
22.
Hain TC. Ear wax [homepage in the internet]. Chicago : American Hearing
Research Foundation; c2004 [updated 2008 Aug 20; cited 2008 Dec 7]. Available
from: http://www.american-hearing.org/disorders/hearing/ear_wax.html.
23.
Sander R. Otitis externa: a practical guide to
treatment and prevention. Am Fam Physic 2001; 63:927-36.
0 komentar:
Posting Komentar