Rame-rame Shekh Arab Beli Club Sepakbola Dunia | Sepak bola merupakan salah satu olahraga yang paling diminati di dunia. Bahkan kepopulerannya sangat cepat dan sampai ke pelosok daerah terpencil. Olahraga yang satu ini dianggap sebagai salah satu gaya hidup dan bahkan tuntunan hidup (baca: agama). Namun, ada yang tidak bisa dipisahkan dari sepak bola yaitu perputaran uang untuk membeli pemain-pemain hebat sehingga sepak bola tidak bisa berkembang tanpa adanya gelontoran milyaran bahkan triliyunan rupiah menurut anggapan yang sudah mendunia. Dan dunia sepak bola tidak bisa dipisahkan dari adanya aksi-aksi superstar di lapangan hijau.
Kucuran dana yang besar dari orang-orang kaya yang menjadi pemilik sebuah club menjadi pemicu prestasi dalam sepak bola. Hal tersebut dapat terlihat dari salah satu club di inggris, Manchester City yang juara Primera Liga Inggris musim 2011-2012 setelah secara dramatis menang 3-2 atas QPR. Tampilnya Syaikh Mansyur sebagai pemilik the citizen (julukan Manchester City) membuat motivasi tersendiri bagi para pemain.
Dengan dana yang besar, maka seorang pelatih bebas membeli pemain yang disukai untuk masuk ke dalam skuad teamnya sehingga membuat persaingan antara MU dengan MC semakin menarik. Bahkan julukan tetangga yang berisik semakin menjadi-jadi. Hal tersebut telah dibuktikan oleh pelatih Roberto Mancini dan pelatih PSG di Perancis.
Tren Timur Tengah dan Rusia
Invasi orang-orang terkaya Timur Tengah dan Rusia ke club-club eropa telah membangkitkan persepakbolaan dan menjadikan club tersebut semakin disegani. Syekh Mansour mengawali trend Arab ke sepak bola eropa. Sejak mengambil alih Manchester City dari tangan Thaksin Sinawatra menjadikan club inggris tersebut semakin berisik dan telah meraih dua trofi yaitu Piala FA dan yang paling fenomenal adalah saat meraih Juara Liga Inggris 2012 setelah penantian 44 tahun lamanya. Dengan memborong pemain hebat seperti Kun Aguero dan Samir Nasri serta memecahkan rekor transfer di Liga Inggris, City menjelma menjadi team yang hebat.
Syeikh Mansyur |
Sukses Syekh Mansour banyak menjadi inspirasi orang Arab lainnya. Kalau di Inggris dan Spanyol telah ‘dirasuki’ syekh Arab, maka club Perancis pun tidak ketinggalan. Paris St. Germany kemudian diambil alih oleh Syekh Tamin dari Qatar yang menjadikan club PSG semakin menggurita. Dan para pesaingannya pun tercengang ketika diperkuat pelatih Carlo Anceloti dan pemain-pemain bintang. Selain invasi orang-orang kaya Arab ke eropa mereka juga memboyong mantan pemain hebat yang beralih profesi ke liga timur tengah seperti Maradona dan Carlos Dunga serta pelatih hebat lainnya.
Hal berbeda juga dilakukan orang Rusia. Abramovic bertindak sebagai bisnisman dengan membeli Chelsea dan melontorkan dana yang luar biasa sehingga Chelsea kini bisa disejajarkan dengan club elit Eropa lainnya seperti Real Madri, Munchen, AC Milan, Juventus dan club elit lainnya. Meski bukan orang pertama membeli club, akan tetapi Abramovic tampil sebagai sosok yang mempopulerkan trend kepemilikan club di Eropa dari kalangan orang-orang Rusia.
Munculnya trend kepemilikan club dari daratan Timur Tengah dan Rusia tidak ada maksud lain untuk memperkenalkan ketenaran dan juga memicu kebangkitan serta bisnis sepak bola di kedua daratan tersebut. Karena selama ini club maupun sepak bola timur tengah dan Rusia belum bisa berbicara banyak di tingkat dunia dibandingkan dengan Eropa dan Amerika.
Sepak Bola Indonesia
Kemajuan sepak bola Indonesia masih di bawah rata-rata dan kini menempati peringkat 150-an. Hal tersebut disebabkan karena adanya pembinaan yang kurang merata di seluruh penjuru negeri. Dan faktor lainnya adalah kompetisi antar sesama club belum dikelola secara profesional.
Selain itu, dualisme liga dan perseturuan yang tiada henti di PSSI semestinya bisa teratasi dengan mengolah manajemen pertandingan yang tidak carut-marut. Semua oknum yang diberi wewenang di tubuh PSSI harus menunjukkan sikap profesionalismenya dengan tidak mengorbankan kepentingan sepak bola nasional di atas kepentingan pribadi dan egonya semata. Adanya 2 kepengurusan sepak bola nasional menambah masalah sekaligus semakin ‘membunuh’ kemajuan sepak bola nasional. Dualisme Liga dan kepengurusan harus segera dihapuskan demi sebuah prestasi yang gemilang.
Salah satu yang menjadi sorotan publik adalah silih bergantinya pelatih kepala dan belum satu pun pelatih handal yang dikontrak untuk menunggangi Timnas. Namun apapun yang terjadi dengan Timnas, akan tetapi antusias masyarakat ‘penggila’ bola tetap optimis akan kemajuan di masa yang akan datang mengingat bibit pemain negeri ini luar biasa.
Petinggi PSSI harus mau belajar dari rezim sebelumnya yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Jangan ada lagi kata perseteruan dan segera bersatu demi sebuah harapan menuju prestasi yang dapat dibanggakan.
Mandiri Tanpa APBD
Dan kebanyakan sebuah team sepak bola di Indonesia tergantung kepada APBD. Club sepak bola seharusnya tidak tergantung kepada APBD sebab Anggaran Pendapatan dan Pendapatan (APBD) dipergunakan untuk sebesar-besarnya demi kesejahteraan rakyat. Olehnya itu, club harus mencari sponsor dan pengusaha untuk menumbuhkan bisnis sepak bola nasional. Dan kalau saja sepak bola di Indonesia maju pesat dan tidak ditunggangi oleh orang-orang yang hanya mencari kepentingan sesaat, maka tidak menutup kemungkinan orang-orang kaya timur tengah akan membeli club elit yang ada di Indonesia. Dan kalau demikian, maka dari segi bisnis dan prestasi club maupun Timnas akan semakin berprestasi. Mari bahu-membahu memajukan sepak bola nasional dengan meninggalkan kepentingan pribadi dan kelompok!
0 komentar:
Posting Komentar