FORMULASI DAN UJI
KLINIK GEL ANTI JERAWAT BENZOIL
PEROKSIDA-HPMC
ABSTRACT
Benzoyl peroxide gels at concentration of 2.5% were
formulated using variable
Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC)
concentrations such as 3, 3.5 and 4%.
Propylene glycol and methyl paraben were used as
moisturizer and preservative,
respectively. Characterization of gel formulations
were included of organoleptic,
homogeniety, the concentration of benzoyl peroxide
in gel, pH, viscocity and nature of
stream, gel spreadness and penetration. The gel
formula countaining 3.5% HPMC
representing the best one. Clinical trial was
performed to the best gel using a randomized
double blind methode. Results showed that the
benzoyl peroxide gel decreased the acne
lesion better compared to BZ gel 2.5%® Batch No CNS 61 gel and placebo
as well (P <
0.01).
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit kulit yang
merisaukan remaja dan dewasa adalah
jerawat, karena dapat mengurangi
kepercayaaan diri seseorang (1). Jerawat
adalah penyakit kulit yang terjadi akibat
peradangan menahun kelenjar
polisebasea yang ditandai dengan adanya
komedo, papul, pustul, nodus, dan kista
pada tempat predileksi. Jerawat
merupakan kelainan kulit yang bersifat
umum, menyerang hampir pada semua
remaja yang berusia16-19 tahun, bahkan
dapat berlanjut hingga usia 30 tahun (2).
Di pasaran sediaan anti jerawat telah
banyak beredar baik dalam bentuk gel,
krim dan losio tetapi dari jenis sediaan
tersebut sediaan bentuk gel lebih banyak
dipilih.
Gel merupakan sistem semi padat
yang terdiri dari suspensi partikel
anorganik kecil atau molekul organik
besar terpenetrasi oleh suatu cairan (3).
Sediaan dalam bentuk gel lebih banyak
digunakan karena rasa dingin di kulit,
mudah mengering membentuk lapisan
film sehingga mudah dicuci (4). Bahan
pembentuk gel yang biasa digunakan
adalah turunan selulosa seperti metil
selulosa dan hidroksi propil metil
selulosa. Hidroksi propil metil selulosa
dapat menghasilkan gel yang netral,
jernih, tidak berwarna dan tidak berasa,
stabil pada pH 3 hingga 11 dan punya
resistensi yang baik terhadap serangan
mikroba serta memberikan kekuatan film
yang baik bila mengering pada kulit
(5,6,7).
Benzoil peroksida adalah salah
satu zat yang dapat digunakan untuk
menangani jerawat (8), dapat
mengurangi jumLah Propionibacterium
acnes yang merupakan bakteri anaerob
penyebab infeksi jerawat (9). Zat ini
umumnya digunakan untuk “acne
vulgaris”, aman untuk anak-anak,
dewasa dan ibu hamil (8,10). Zat ini
telah tersedia dalam bentuk krim, gel,
losio, dan pencuci muka, biasanya
digunakan pada konsentrasi 2,5; 5 dan
10% (9,10). Benzoil peroksida dapat
digunakan tunggal maupun dalam
bentuk kombinasi (11,12).
Gel benzoil peroksida telah
banyak beredar di pasaran, HPMC
(Hydroxy Propyl Methyl Celullose) telah
digunakan sebagai basis gel tetapi
konsentrasi yang digunakan belum
diketahui. Untuk itu diadakan penelitian
ini, yang diharapkan dapat
memformulasi gel benzoil peroksida
dengan pembawa HPMC yang teruji
secara klinik efektif dapat menurunkan
nilai keparahan lesi jerawat.
BAHAN DAN METODE
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain adalah: pH
meter E-520, piknometer, sel difusi
Franz tipe vertikal, spektrofotometer UV
(Shimadzu), kulit mencit, viskometer
Stormer serial 79081, viskometer
Hoeppler.
Bahan yang digunakan: benzoil
peroksida, HPMC (Hydroxy Propyl
Methyl Cellulose), propilenglikol, metil
paraben, aquadest, larutan dapar pH 4
dan pH 7, sediaan gel benzoil peroksida
yang beredar di pasaran (BZ 2,5%® No
Batch CNS 61), larutan besi (III)
klorida, natrium klorida fisiologis,
aseton, asetonitril, asam klorida,
kloroform, etanol, eter, natrium
hidroksida, gliserin.
Tabel 1. Rancangan formula gel benzoil
peroksida dengan basis HPMC.
Formulasi gel
benzoil peroksida
Air suling sebanyak 20 kali berat
HPMC dipanaskan hingga mendidih,
kemudian diangkat dan HPMC
dikembangkan didalamnya selama 15
menit, setelah kembang ditambahkan
metil paraben yang telah dilarutkan
dalam etanol (1 dalam 5). Benzoil
peroksida digerus di dalam lumpang
hingga halus, lalu ditambahkan
propilenglikol sedikit demi sedikit
sambil terus digerus sampai homogen,
lalu dipindahkan ke dalam beker gelas
yang berisi basis, terakhir dicukupkan
dengan air suling dan diaduk hingga
homogen.
Evaluasi gel
benzoil peroksida hasil
formulasi
Pemeriksaan organoleptis (22),
meliputi bentuk, warna dan bau yang
diamati secara visual.
Pemeriksaan homogenitas (13)
dilakukan dengan cara mengoleskan 0,1
gram sediaan pada kaca transparan.
Sediaan uji harus menunjukkan susunan
yang homogen.
Pemeriksaan kadar benzoil
peroksida (22) dalam sediaan dilakukan
secara spektrofotometri. Penentuan
panjang gelombang serapan maksimum
bennzoil peroksida di dalam asetonitril
Nama Zat
(gram)
FAM1 FAM2 FAM3
Benzoil
peroksida
2,5 2,5 2,5
HPMC 3,0 3,5 4,0
Propilenglikol 15 15 15
Metil paraben 0,18 0,18 0,18
Air suling
sampai
100 100 100
Benzoil peroksida ditimbang seksama 25
mg dan dilarutkan dalam 25 mL
asetonitril (larutan induk). Dari larutan
induk dibuat pengenceran hingga kadar
2 μg/mL. Kemudian panjang gelombang
serapan maksimumnya diukur
menggunakan spektrofotometer UV.
Kurva kalibrasi dibuat dengan
mengukur serapan beberapa larutan
standar benzoil peroksida dalam
asetonitril dengan konsentrasi masingmasing
2; 3; 4; 5 dan 6 μg/mL. Serapan
larutan diukur menggunakan
spektrofotometer UV pada panjang
gelombang serapan maksimum. Kurva
kalibrasinya dibuat dan persamaan
regresinya dihitung.
Kadar benzoil peroksida dalam
sediaan ditentukan dengan cara berikut.
Satu gram sediaan yang setara dengan 25
mg benzoil peroksida ditambahkan ke
dalam larutan asetonitril hingga 25 mL.
Kemudian pengenceran dibuat hingga
didapatkan konsentrasi benzoil
peroksida dalam gel sebesar 5 μg/mL.
Kemudian serapannya diukur
menggunakan spektrofotometer UV
pada panjang gelombang serapan
maksimum. Kadar benzoil peroksida
dapat dihitung menggunakan kurva
kalibrasi.
Pemeriksaan pH (22,25)
Alat pH meter dikalibrasi
menggunakan larutan dapar pH 7 dan pH
4. Satu gram sediaan yang akan
diperiksa diencerkan dengan air suling
hingga 10 mL. Elektroda pH meter
dicelupkan ke dalam larutan yang
diperiksa, jarum pH meter dibiarkan
bergerak sampai menunjukkan posisi
tetap, pH yang ditunjukkan jarum pH
meter dicatat.
Penentuan viskositas dan sifat alir
(23,25)
Sebelum viskositas sediaan
ditentukan, bobot jenis dan viskositas
gliserin serta konstanta alat ditentukan
terlebih dahulu. Bobot jenis gliserin
ditentukan menggunakan piknometer.
Bobot piknometer kosong (Wo), bobot
piknometer + air ditimbang (Wa), dan
bobot piknometer + gliserin (Wg),
masing-masing ditimbang.
Bobot jenis gliserin =
Viskositas gliserin ditentukan
menggunakan viskometer Hoppler. Alat
diletakkan pada posisi vertikal dengan
memeriksa water pass. Tabung
viskometer diisi dengan gliserin sampai
penuh kemudian bola besi alloy nikel
berdiameter 15,25 mm dimasukkan
dengan hati-hati. Penutup viskometer
dipasang sedemikian rupa sehingga tidak
terdapat rongga udara. Tabung diputar
180o sehingga bagian atas di bawah,
kemudian waktu yang dibutuhkan untuk
turun dari M1 sampai M2 dicatat (n=3).
Viskositas dihitung menggunakan
persamaan :
η = k (ρ1 – ρ2)
t
η = viskositas gliserin (poise)
k = konstanta bola besi alloy nikel
berdiameter 15,25 mm
(mPa.cm3/g.detik)
ρ1 = bobot jenis bola besi alloy nikel
berdiameter 15,25 mm (g/cm3)
ρ2 = bobot jenis gliserin (g/cm3)
t = waktu yang dibutuhkan bola
menempuh jarak dari M1-M2 (detik)
Konstanta alat (Kv) viskometer
Stormer ditentukan menggunakan
gliserin. Gelas piala 250 mL diisi dengan
Wg - Wo
(Wa – Wo)/ρ air
gliserin sebanyak 150 mL, kemudian
alas bawah dinaikkan hingga bob tepat
berada di tengah gelas piala dan
terbenam dalam gliserin. Skala diatur
hingga menunjukkan angka nol dan
beban tertentu diberikan, kunci pengatur
putaran dilepaskan hingga beban turun
dan menyebabkan bob berputar, waktu
yang diperlukan untuk bob berputar 100
kali dicatat, yaitu tepat saat jarum
kembali menunjukkan angka nol.
Dengan menambah dan mengurangi
beban sedikit demi sedikit maka
pengukuran pada beberapa kecepatan
geser akan didapat.
RPM = 100/t x 60
Konstanta alat (Kv) viskometer Stormer
ditentukan dengan rumus :
W
Kv = η x
RPM
RPM = Rotasi Per Menit (menit-1)
η = viskositas (poise)
W = beban (gram)
Viskositas dan sifat aliran sediaan
gel benzoil peroksida hasil formulasi
ditentukan dengan cara berikut. Gelas
piala 250 mL diisi dengan sediaan gel
benzoil peroksida hasil formulasi
sebanyak 150 mL, kemudian alas bawah
dinaikkan hingga bob tepat berada di
tengah gelas piala dan terbenam dalam
gliserin. Skala diatur hingga
menunjukkan angka nol dan beban
tertentu diberikan, kunci pengatur
putaran dilepaskan hingga beban turun
dan menyebabkan bob berputar, waktu
yang diperlukan untuk bob berputar 100
kali dicatat, yaitu tepat saat jarum
kembali menunjukkan angka nol.
Dengan menambah dan mengurangi
beban sedikit demi sedikit maka
pengukuran pada beberapa kecepatan
geser akan didapat. Grafik antara RPM
dan beban yang diberikan dibuat
sehingga diperoleh gambaran sifat aliran
sediaan
W
η = Kv x
RPM
RPM = Rotasi Per Menit (menit-1)
η = viskositas (poise)
W = beban (gram)
Uji daya menyebar (23)
ditentukan dengan cara berikut.
Gel benzoil peroksida hasil formulasi
sebanyak 0,5 gram diletakkan dengan
hati-hati di atas kertas grafik yang
dilapisi plastik transparan, dibiarkan
sesaat (15 detik) dan luas daerah yang
diberikan oleh sediaan dihitung
kemudian tutup lagi dengan plastik yang
diberi beban tertentu masing-masing 1, 2
dan 5 g dan dibiarkan selama 60 detik,
pertambahan luas yang diberikan oleh
sediaan dapat dihitung.
Uji daya
penetrasi (18,25)
Penentuan panjang gelombang
serapan maksimum benzoil peroksida
dalam larutan natrium klorida 0,9%. 25
mg benzoil peroksida dilarutkan dalam
asetonitril sampai 25 mL. Larutan di atas
diambil 7,5 mL dan diencerkan dengan
larutan narium klorida 0,9% sampai 25
mL sebagai larutan induk. Dari larutan
induk ini dibuat pengenceran dengan
natrium klorida 0,9% hingga didapatkan
kadar 10 Og/mL. Spektrum ditentukan
dengan menggunakan spektrofotometer
UV sehingga panjang gelombang
serapan maksimum didapatkan yaitu 223
nm. Sebagai blanko digunakan larutan
natrium klorida 0,9%.
Pembuatan kurva kalibrasi
benzoil peroksida dalam larutan natrium
klorida 0,9%. Kurva kalibrasi dan
persamaan regresi dibuat dari data
serapan pada panjang gelombang
serapan maksimum. Larutan benzoil
peroksida dibuat dengan konsentrasi 3,
6, 9 dan 12 μg/mL. Dalam larutan
natrium klorida 0,9% serapan diukur
dengan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang serapan maksimum.
Untuk blanko digunakan larutan natrium
klorida 0,9%.
Penyiapan membran kulit mencit
Untuk membran difusi digunakan
kulit mencit yang berumur ± 2 bulan.
Segera setelah mencit dikorbankan, kulit
mencit diambil dengan jalan
mengelupaskan kulitnya yang sudah
digunting pada bagian sekitar ekor
sampai kepalanya dengan menggunakan
pinset. Kemudian bulu mencit dibuang
dengan cara digunting sampai bulubulunya
pendek dan dilanjutkan dengan
pencukuran secara hati-hati. Kulit
mencit yang telah dibuang bulunya
dibersihkan dengan menggunakan
natrium klorida 0,9% untuk melepaskan
sisa jaringan yang melekat. Kulit yang
dibersihkan disimpan dalam lemari es
untuk mencegah terjadinya kerusakan.
Uji penetrasi gel benzoil peroksida
Membran diletakkan pada bagian
mulut donor kompartemen sel difusi
Franz yang telah diisi cairan penerima
larutan natrium klorida 0,9% sebanyak
115 mL. Membran tersebut diletakkan
hati-hati dan diusahakan tidak terdapat
gelembung udara yang terkurung di
bawah membran. Sediaan sebanyak 500
mg dioleskan sambil diratakan di atas
membran dengan menggunakan sudip.
Sel difusi Franz tipe vertikal diletakkan
dalam penangas air bersuhu 37oC ± 1oC.
Pengaduk magnetik dijalankan dan
dibiarkan berputar pada skala tertentu.
Pengambilan cuplikan dilakukan dalam
selang waktu 5; 15; 30; 45; 60; 75; 90;
105; 120; 135; 150; 165; 180; 195; 210;
225 dan 240 menit. Volume cuplikan
diambil sebanyak 5 mL dan setiap
cuplikan yang diambil diganti dengan
larutan natrium klorida 0,9% dengan
volume dan suhu yang sama. Kadar
cuplikan ditentukan dengan
menggunakan spektrofotometer UV
pada panjang gelombang serapan
maksimum dan konsentrasi benzoil
peroksida diperoleh dari kurva kalibrasi
yang telah dibuat. Pengujian dilakukan
juga terhadap basis gel yang digunakan
sebagai blanko.
Uji Klinik Gel
Anti Jerawat Benzoil
Peroksida
Gel benzoil peroksida yang telah
diformulasi dengan memvariasikan
konsentrasi HPMC sebagai basis
dievalusi, dari hasil evalusi tersebut
tarnyata formula AM2 (HPMC 3,5%)
merupakan formula yang paling baik
yang kemudian digunakan untuk uji
klinik anti jerawat.
Pemilihan Relawan (26)
Wanita atau pria berjerawat usia
18 sampai 24 tahun yang bersedia
sebagai relawan uji keparahan lesi
jerawat. Relawan tidak hipersensitif
terhadap benzoil peroksida.Hal ini dapat
diketahui melalui uji hipersensitifitas
dengan cara uji hipersensitifitas
preventif terbuka yaitu dengan cara:
Sebanyak 0,1-0,2 gram sediaan uji
dioleskan selama 24 jam di kulit bagian
belakang telinga, reaksi hipersensitif
yang timbul berupa hiperemia, eritema,
pruritus diamati. Relawan yang
digunakan adalah yang tidak
memberikan reaksi hipersensitif
terhadap benzoil peroksida (1).
Relawan tidak memakai produk
anti jerawat lain selama masa uji
keparahan lesi jerawat.
Uji keparahan lesi jerawat
dilakukan secara random dengan metode
double blind (26).
Setiap relawan hanya
menggunakan satu jenis obat yang
diperoleh secara acak, penguji dan
relawan sama-sama tidak mengetahui
obat yang dipakai.
Pengujian efek anti jerawat
sediaan adalah sebagai berikut:
3 kelompok relawan uji yang masingmasing
terdiri dari 5 orang, kelompok 1
diolesi plasebo (basis gel), kelompok 2
diolesi gel benzoil peroksida-HPMC
hasil formulasi, kelompok 3 diolesi
dengan gel benzoil peroksida yang
beredar di pasaran (BZ 2,5%®). Gel
dipakai 2 kali sehari selama 7 hari yakni
pada pagi hari pukul 05.30 dan malam
hari pukul 21.00 tiap kali pemakaian
dibiarkan selama 1 jam lalu dicuci.
Perubahan lesi jerawat diamati pada hari
ke-0, ke-3, ke-5 dan ke-7 berupa jumlah
dan keparahan lesi jerawat pada daerah
uji yang masing-masing diberi point: 4
untuk nodul, 3 untuk postul, 2 untuk
papul, 1 untuk kering memerah, dan 0
untuk kering menghitam. Data yang
diperoleh dianalisis dengan Anova dua
arah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil Formulasi dan
Evaluasi Sifat
Fisikokimia Formula
Benzoil peroksida dapat
diformulasi dalam bentuk gel
menggunakan HPMC sebagai basis gel
dengan variasi dari konsentrasi masingmasing
3; 3,5 dan 4%. Hasil formulasi
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil formulasi gel
benzoil peroksida
Hasil pemeriksaan organoleptis
gel benzoil peroksida pada ketiga
formula yaitu berbentuk setengah padat,
berwarna putih dan berbau khas semua
parameter ini stabil selama 6 minggu
penyimpanan.
Hasil pemeriksaan homogenitas
gel benzoil peroksida menunjukkan
bahwa gel (AM1, AM2 dan AM3) tetap
homogen selama 6 minggu
penyimpanan.
Hasil pemeriksaan kadar benzoil
peroksida dalam sediaan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pemeriksaan kadar
benzoil peroksida dalam sediaan
Sediaan Kadar (%)
Formula AM1 98,5 ± 0,58
Formula AM2 98,0 ± 0,52
Formula AM3 94,4 ± 0,34
BZ 2,5%® 96,9 ± 0,37
Hasil pemeriksaan pH gel benzoil
peroksida menunjukkan bahwa pH
sediaan tidak stabil selama 6 minggu
penyimpanan (P < 0,01).
- a pada rata-rata jenis sediaan =
setiap jenis sediaan memberikan
pengaruh yang sama terhadap pH
sediaan.
- a, b, c, d, e pada rata-rata minggu
= urutan minggu yang paling
mempengaruhi perubahan pH.
Hasil penentuan sifat alir gel
benzoil peroksida memperlihatkan sifat
aliran plastis. Sedangkan pada
pemeriksaan viskositas sediaan, semua
formula memperlihatkan terjadinya
peningkatan viskositas selama 6 minggu
penyimpanan.
Hasil uji daya menyebar gel
benzoil peroksida menunjukkan bahwa
Jenis formula (AM1, AM2 dan AM3)
mempengaruhi pertambahan luas
penyebaran secara bermakna (p < 0,05)
dan variasi beban yang diberikan pada
setiap formula juga memberikan
pengaruh pertambahan luas penyebaran
yang sangat bermakna (p < 0,01), tetapi
tidak terjadi interaksi antara jenis
formula dan beban terhadap
pertambahan luas.
Tabel 4. Hasil uji daya menyebar
sediaan
Daya menyebar
Sediaan Beban 1 g Beban 2 g Beban 5 g
FAM1 0,33± 0,2 0,75±0,40 1,26±0,69
FAM2 0,15±0,05 0,41±0,24 0,75±0,36
FAM3 0,11±0,02 0,38±0,02 0,62±0,22
Ratarata
0,33±0,21
0,51±0,21
0,88±0,29
Hasil penentuan daya penetrasi gel
benzoil peroksida menunjukkan bahwa
jenis formula berpengaruh terhadap daya
penetrasi gel benzoil peroksida dari
sediaan (p < 0,01) dan lama pemakaian
juga mempengaruhi daya penetrasi gel
benzoil peroksida dari sediaan (p <
0,01), tetapi tidak terdapat interaksi
antara jenis formula dan lama pemakaian
terhadap daya penetrasi sediaan.
Gambar 11. Profil penetrasi benzoil
peroksida dari basis
= AM1, r = 0,9944
= AM2, r = 0,9938
= AM3, r = 0,9973
= BZ 2,5%
r = 0,9942
Uji Klinik Gel Anti
Jerawat Benzoil
Peroksida
Jenis sediaan mempengaruhi
penurunan nilai keparahan lesi jerawat
relawan (p<0,01), selain itu lama
pemakaian juga mempengaruhi
penurunan nilai keparahan lesi jerawat
relawan (p<0,01), tetapi tidak terdapat
interaksi antara jenis sediaan dan lama
pemakaian terhadap penurunan nilai
keparahan lesi jerawat relawan.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0
5 10 15 20
akar waktu (menit1/2)
pelepasan ug/ml
Tabel 5. Hasil uji
keparahan lesi
jerawat
Jenis Hari pengamatan
Sediaan ke-0 ke-3 ke-5 ke-7
BZ 2,5%® 7,4±2,1 6,0±1,6 3,6±2,3 1,4± 1,9
Formula 7,0±1,2 4,4±2,3 1,4±1,1 0,2±0,5
Plasebo 7,2±0,8 6,2±1,3 4,2±2,7 2,4±1,9
rata-rata 7,2a±0,2 5,5b±1
3,1c±1,5 1,3d±1,1
a, b pada rata-rata
jenis sediaan =
urutan sediaan yang
paling cepat
menurunkan nilai
keparahan lesi
jerawat.
A, b, c, d pada
rata-rata hari
pengamatan = urutan
hari yang
paling cepat menurunkan
nilai
keparahan lesi jerawat
Gambar 12. Kurva hubungan nilai
keparahan dengan lama pemkaian.
Pembahasan
Formula sediaan Benzoil peroksida
dibuat dalam bentuk gel. Hal ini
didasarkan pada beberapa pertimbangan,
diantaranya sediaan gel lebih diminati
karena mudah dicuci terutama yang
berbasis hidrofilik, tidak menimbulkan
bekas pada saat pemakaian dan
memberikan rasa yang menyejukkan (9).
Umumnya sediaan farmasi terdiri
dari zat aktif dan zat tambahan. Pada
penelitian ini digunakan benzoil
peroksida sebagai zat aktif yang efektif
membunuh bakteri Propionibacterium
acnes yaitu bakteri penyebab jerawat.
Sebagai basis digunakan HPMC karena
mengembang terbatas dalam air
sehingga merupakan bahan pembentuk
hidrogel yang baik. Hidrogel ini sangat
cocok digunakan sebagai sediaan topikal
dengan fungsi kelenjar sebaseus berlebih
yang merupakan salah satu faktor
penyebab jerawat (23). Selain itu HPMC
bersifat netral, tahan terhadap pengaruh
asam dan basa, punya pH stabil antara 3-
11, tahan terhadap serangan mikroba dan
tahan panas (24). Selain sebagai
humektan propilenglikol juga berfungsi
sebagai pelicin, mencegah terjadinya
kerak sisa gel setelah komponen lain
menguap dan sebagai emulien (10).
Sebagai pengawet digunakan metil
paraben. Penggunaan pengawet
diperlukan dalam sediaan gel karena
mempunyai kadar air sediaan yang
tinggi. Kadar air yang tinggi ini
merupakan medium yang baik bagi
pertumbuhan jasad renik (10).
Pemeriksaana bahan baku
merupakan langkah awal yang harus
dilakukan dalam memformula suatu
sediaan obat. Pemeriksaan bahan baku
benzoil peroksida, HPMC,
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0
3 5 7
Lama pengamatan (hari)
Rata-rata nilai
keparahan lesi
jerawat
propilenglikol, metil paraben meliputi
pemerian, kelarutan, sisa pemijaran,
reaksi identifikasi, bobot jenis
memenuhi persyaratan yang berlaku
dalam literatur (22,24).
Menurut Shin-Etsu Chemical
Co.Ltd Jepang, konsentrasi HPMC yang
cocok untuk sediaan gel berkisar 0,1-
0,6%. Akan tetapi pada penelitian ini
konsentrasi HPMC tersebut tidak
dipakai, karena berdasarkan hasil
orientasi HPMC dengan konsentrasi
kecil dari 3% akan menghasilkan
sediaan yang sangat encer. Sehingga
pada penelitian ini konsentrasi HPMC
yang digunakan lebih dari 3 yaitu 3, 3,5
dan 4%. Sediaan yang diperoleh dari
ketiga variasi HPMC ini akan dievaluasi
secara fisikokimia, untuk mendapatkan 1
formula terbaik yang akan diuji
efektivitasnya secara klinik.
Parameter fisikokimia yang
diperiksa pada penelitian ini pada
umumnya bertujuan untuk melihat
kestabilan sediaan selama 6 minggu
penyimpanan. Pemeriksaan ini meliputi,
Pemeriksaan organoleptis bertujuan
untuk melihat perubahan bentuk, warna,
dan bau. Pemeriksaan homogenitas
bertujuan untuk melihat penyebaran zat
aktif dalam sediaan. Pemeriksaan kadar
zat aktif dalam sediaan bertujuan untuk
melihat kadar zat aktif dalam sediaan
gel. Pemeriksaan pH untuk melihat
perubahan pH dan apakah aman untuk
pemakaian pada kulit. Pemeriksaan sifat
alir dan viskositas bertujuan untuk
melihat bentuk aliran dan kestabilan
viskositas selama penyimpanan. Uji
daya menyebar untuk melihat
kemampuan menyebar sediaan di atas
permukaan kulit saat pemakaian.
Pada pemeriksaan kadar
benzoil peroksida dalam sediaan,
penambahan konsentrasi HPMC
menyebabkan penurunan kadar benzoil
peroksida dalam sediaan. Hal ini
mungkin terjadi karena semakin besar
konsentrasi HPMC maka semakin kental
sediaan dan menyebabkan semakin
susah pelepasan zat aktif dari pembawa.
Tetapi kadar ini telah memenuhi
persyaratan. Kadar benzoil peroksida
dalam dasar gel yang sesuai
mengandung tidak kurang dari 90% dan
tidak lebih dari 125% C14H10O4 dari
jumLah yang tertera pada etiket (22).
Pemeriksaan organoleptis
sediaan dilakukan selama 6 minggu
penyimpanan. Semua formula gel yang
diperoleh berbentuk semi padat, berbau
khas dan berwarna putih. Warna putih
ini disebabkan karena benzoil peroksida
agak sukar larut dalam air (22).
Sehingga tidak tercampur dalam bentuk
terlarut tetapi dalam bentuk partikel
halus terbagi rata dalam sediaan gel.
Warna yang dihasilkan memang tidak
transparan seperti sediaan gel biasa tapi
menurut Formularium Kosmetika
Indonesia warna sediaan gel tidak harus
transparan tapi masih diperbolehkan
hingga buram opak (10).
Berdasarkan pemeriksaan pH
dari masing-masing formula diperoleh
pH sedikit asam, yaitu antara 4,55-4,75.
Uji stabilitas pH memang menunjukkan
bahwa pH tidak stabil selama 6 minggu
penyimpanan (p < 0,05), namun harga
pH ini masih berada dalam range pH
normal kulit yaitu 4-6 (27).
Pada pemeriksaan viskositas dan
sifat alir sediaan menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan viskositas pada
semua formula selama 6 minggu
penyimpanan. Hal ini mungkin
disebabkan oleh sifat hidrogel yang akan
menjadi pekat pada waktu didiamkan
(23). Selain itu mungkin telah terjadi
penguapan air selama penyimpanan
sehingga masa menjadi lebih kental.
Sifat alir yang diberikan oleh
sediaan formula AM1 dan AM2 adalah
plastis, yaitu kurva naik dan turun
berimpit membentuk suatu garis yang
melengkung dan kurva tersebut tidak
memotong sumbu nol (23). Berbeda
halnya dengan formula AM3, yaitu
kurva yang diberikan ada yang berimpit
dan ada yang tidak berimpit. Hal ini
mungkin disebabkan karena keterbatasan
alat dalam pengukuran viskositas gel,
yang seharusnya menggunakan
viskometer Ferranti-Shirley (25) diganti
dengan viskometer Stormer yang
dimodifikasi.
Pemeriksaan daya menyebar
sediaan tidak dilakukan dengan
menggunakan alat penetrometer (23)
karena keterbatasan alat, sehingga
pemeriksaan hanya dilakukan dengan
extensiometer yang dilakukan secara
manual. Dari pemeriksaan terlihat bahwa
peningkatan konsentrasi HPMC
menyebabkan penurunan daya menyebar
sediaan. Hal ini didasarkan karena
HPMC mempunyai daya mengembang
yang tidak terbatas artinya pada
penambahan air yang cukup besar akan
berubah menjadi bentuk sol (23). Daya
menyebar ini bukan merupakan data
yang absolut karena tidak ada literatur
yang menyatakan angka yang pasti
untuk ini. Jadi data ini merupakan data
relatif.
Dari pengukuran daya penetrasi
gel didapatkan bahwa sediaan BZ 2,5%®
mempunyai daya penetrasi lebih besar
dibandingkan sediaan hasil formulasi (P
< 0,01). Ini mungkin disebabkan karena
perbedaan basis yang digunakan
sehingga kecepatan pelepasan zat
aktifpun berbeda dan mungkin juga pada
sediaan pembanding ditambahkan bahan
akseleran untuk menambah laju
penetrasinya (1). Sedangkan pada
formula hasil formulasi dari uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa formula
AM2 dan AM3 mempunyai daya
penetrasi yang sama. Daya penetrasi
terkecil diberikan oleh formula AM1.
Data daya penetrasi benzoil
peroksida kemudian diolah menurut
persamaan Higuchi. Dari grafik antara
jumLah zat aktif yang terpenetrasi
terhadap akar waktu memberikan garis
lurus untuk semua formula, dan harga
koefisien korelasinnya (r) lebih besar
dari 0,95. Hal ini berarti penetrasi terjadi
secara difusi pasif.
Dari pemeriksaan sifat
fisikokimia semua formula AM1, AM2
dan AM3 didapatkan hasil yang tidak
terlalu berbeda, kecuali pada uji daya
menyebar dan uji daya penetrasi. Pada
uji daya menyebar kecepatan menyebar
sediaan AM2 tidak terlalu cepat seperti
AM1 dan tidak terlalu lambat seperti
AM3. Sedangkan pada uji daya penetrasi
benzoil peroksida, sediaan AM2
memberikan daya penetrasi terbesar
dibanding formula AM1 dan AM3.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka
formula AM2 dipilih sebagai formula
terbaik.
Sebelum dilakukan uji klinik anti
jerawat masing-masing relawan
diberikan uji hipersensitifitas dengan
cara mengoleskan gel benzoil peroksida
di kulit telinga bagian belakang, uji
preventif terbuka ini dipilih karena
benzoil peroksida merupakan zat
pengoksidasi (10). Dari hasil uji tidak
ada relawan yang menunjukkan gejala
hipersensitif berupa hiperemia, eritema,
pruritus (10), sehingga ke-15 relawan
dapat diikutkan dalam uji klinik.
Benzoil peroksida bekerja efektif
membunuh bakteri Propionibacterium
acnes penyebab jerawat. Benzoil
peroksida melepaskan oksigen ke dalam
kelenjar sebasea, sehingga bakteri
Propionibacterium
acnes yang
merupakan bakteri anaerob obligat akan
mati dengan adanya oksigen (28,29).
Dari hasil uji klinik anti jerawat
memperlihatkan bahwa jenis sediaan
mempengaruhi penurunan nilai
keparahan lesi jerawat (p<0,01).
Penurunan nilai keparahan lesi jerawat
tertinggi diberikan oleh formula AM2
diikuti BZ 2,5%® dan plasebo.
Walaupun daya penetrasi BZ 2,5%®
lebih besar dibanding formula AM2
ternyata formula AM2 pada penelitian
ini lebih efektif menurunkan nilai
keparahan lesi jerawat. Ini mungkin
disebabkan penetrasi AM2 lebih banyak
terjadi melalui kelenjar terutama kelenjar
sebasea (1,30) dibanding BZ 2,5%®,
sehingga kadar benzoil peroksida yang
bekerja untuk membunuh bakteri
penyebab jerawat yang terdapat di
kelenjar sebasea lebih banyak dan
bakteri yang matipun lebih banyak.
Berdasarkan hasil pengukuran kadar
benzoil peroksida yang terdapat dalam
sediaan juga didapatkan bahwa kadar
benzoil peroksida pada formula BZ
2,5%® lebih kecil dibanding formula
AM2. Hal ini mungkin disebabkan
karena faktor penyimpanan dan
pendistribusian sediaan yang dapat
menurunkan kualitas sediaan. Plasebo
(sediaan tanpa zat aktif) juga dapat
menurunkan nilai keparahan lesi jerawat.
Hal ini mungkin disebabkan karena kerja
sugestif (2). Selain itu juga karena
jerawat bukan merupakan penyakit yang
permanen sehingga tanpa penggunaan
zat anti jerawatpun, ia punya
kemungkinan untuk sembuh sendiri.
KESIMPULAN
Pada penelitian ini gel benzoil
peroksida dengan basis HPMC 3,5%
merupakan formula gel benzoil
peroksida-HPMC yang terbaik dan
memberikan penurunan keparahan lesi
jerawat yang lebih baik, dibanding
dengan sediaan benzoil peroksida 2,5%
yang beredar di pasaran (BZ 2,5%)
(p<0,01).
DAFTAR PUSTAKA
1. Lachman, L., H.A, Lieberman. &
J.L, Kanig, Teori dan Praktek
Industri Farmasi, Edisi II,
diterjemahkan oleh Siti Suyatmi,
UI Press, Jakarta, 1994.
2. Mutschler E., Dinamika Obat,
Edisi V, diterjemahkan oleh
M.B. Widianto & A.S. Ranti,
Penerbit ITB, Bandung, 1991.
3. Fakultas Kedokteran Bagian
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
UI, Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Jakarta, 1987.
4. Mansjoer, Arif., Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi III jilid II,
Media Aesculapius, FKUI,
Jakarta, 2000
5. Henny, Prinsip Penanganan
Jerawat, Medikal Kalbe Farma,
Jakarta, 2002.
6. Rassner., U. Steinert, Buku Ajar
dan Atlas Dermatologi,
diterjemahkan oleh Toni
Harijanto, EGG, Jakarta, 1992.
7. Woodarb, Iris, Adolecent Acne:
A Stepwise Approach to
Management, Adv. Pract. Nurs.
J., vol 2, No 2, 2002.
8. Hguyen, Q.H., Y.A. Kim. & R.A.
Schwartz., Management of Acne
Vulgaris, American Family
Physician, vol 50, No 1, Juli
1994, p 89.
9. British Pharmaceutical Codex,
The Pharmaceutical Press,
London, 1968.
10. Formularium Kosmetika
Indonesia, Dep. Kes. RI, Cetakan
I, Jakarta, 1985.
11. Gennaro, A.R., Remington's
Pharmaceutical
Sciences, edisi
ke-18, Mack Publishing
Company, Pensylvania, 1985.
12. Ansel, H.C., Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi, edisi IV,
diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Penerbit UI, Jakarta,
1989.
13. Carter, J.S., Dispensing for
Pharmaceutical
Student, edisi
ke-12, Pitman Medical, London,
1997.
14. Collett, D.M., M.E, Aulton,
Pharmaceutical
Practice,
Churchill Livingstone, London,
1990.
15. Anief, M., Formulasi Obat
Topikal, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, 1997.
16. Banker, G.S. & R.K, Chalmers.,
Pharmaceutics and
Pharmacy
Practice, J. B. Lippincott
Company, Philadelphia, Toronto,
1982.
17. Hadgraft, J. & H.G, Richard.,
Transdermal Drug Delivery,
Marcel Dekker Inc, New York,
1989.
18. Hardgraft, J., Pharmaceutical
Skin Penetration
Enchancement,
Marcel Dekker Inc, New York,
1993.
19. Dunn, Steve, Guide to the
Clinical Trial System, Agustus,
2004.
20. The National Eye Institute.,
0 komentar:
Posting Komentar